Saat
aku tulis surat ini suasana hatiku sudah sedikit lega karena
masalah-masalah yang selama ini menimpaku pelan-pelan telah diselesaikan
dengan baik dan bijaksana oleh Tuhan Yang Maha Baik. Masalah ini bisa
selesai tidak terlepas dari doa yang selalu engkau panjatkan kepada
Tuhan dan aku sangat yakin engkau selalu memberikan doa untukku, aku
minta atau tidak pasti engkau mendoakanku karena engkau adalah sahabatku
dan aku selalu merasakan getaran doa yang engkau kirimkan dari dulu
sampai sekarang.
Sahabatku…
Bulan
lalu yang penuh berkah telah kita lewati dengan suka cita dan kita
telah merayakan hari kelahiran Guru kita terkasih dengan begitu
gembiranya. Aku masih ingat nasehat dari seseorang yang telah berpulang
kehadirat Tuhan, bahwa kita sebagai murid dan sebagai hamba Tuhan dalam
setahun akan mengalami 2 kali “Hisab” atau perhitungan yaitu di bulan
kelahiran Guru dan bulan Muharram. Kebetulan untuk tahun ini jarak
keduanya sangat berdekatan maka senang atau tidak senang kita mengalami
“Hisab” dalam waktu yang berdekatan berarti kita akan mengalami hal-hal
yang tidak menyenangkan dalam waktu yang bersamaan.
Sahabatku…
Aku
sangat bahagia karena engkau menjadikan aku sebagai sahabat tempat
berbagi suka dan duka melewati segala macam tantangan hidup bersama dan
selalu memberikan kepercayaan penuh kepadaku terhadap semua
rahasia-rahasia hidupmu yang tidak ingin diketahui orang banyak.
Sahabatku…
Satu
hal yang membuat aku sedih karena aku tidak menyangka selama ini ada
seseorang yang menikamku dari belakang, menempatkan aku ke tepi jurang
yang dalam dan tentu saja dia menyiapkan kedua tangan untuk bertepuk
dengan gembira ketika aku jatuh. Sedih bukan karena fitnah yang
menimpaku akan tetapi sedih karena aku tidak menyangka orang yang selama
ini sudah aku anggap sebagai sahabat ternyata orang itu pula yang ingin
mendorongku ke jurang yang dalam.
Dia
bukanlah sahabat, kalau dia seorang sahabat andai ada kesalahan yang aku
lakukan tentu dia akan memberikan nasehat kepadaku bukan menebarkan
fitnah kepada orang lain yang justru membuka peluang bagi banyak untuk
melakukan dosa.
Dia
bukanlah sahabat, kalau dia sahabat maka dia akan bertanya kepadaku
terhadap apa yang tidak dia senangi atau terhadap apa yang menurut dia
keliru, bukan malah membisikkan berita buruk kepada semua yang membuka
peluang kepada banyak orang untuk menjadi “pembunuh berdarah dingin”
atau memfitnah.
Walaupun
demikian, aku tidak pernah menyimpan dendam kepada siapapun karena aku
sudah tidak bisa lagi dendam kepada siapapun karena sejak 7 tahun lalu
rasa dendam itu sudah dihapus oleh Tuhan Yang Maha Mulia berkat doa
syafaat dari Guru kita. Sejak 7 tahun lalu yang aku punya hanyalah rasa
cinta dan rindu kepada Guru kita. Yang aku punya hanyalah keinginan
untuk bisa terus menyenangkan kekasih Allah, memberikan pelayanan
terbaik agar Beliau selalu bisa tersenyum dan bangga dengan
murid-muridnya.
Sahabatku…
Orang
itu bukanlah dirimu dan aku selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Adil
agar selalu menjadikan kita sebagai sahabat dalam menegakkan kalimah
Allah yang Maha Suci dan Maha Agung ini. Jika suatu saat aku berbuat
salah apakah sengaja atau tidak, aku ingin sekali engkau menegurku
layaknya seorang Guru menegur muridnya, aku ingin engkau memberikanku
nasehat-nasehat sehingga aku tetap lurus berjalan di jaln-Nya.
Sahabatku…
Guru
kita pernah berkata, “Kalau takut di hempas ombak jangan membuat rumah
di tepi pantai”. Nasehat ini sangat tepat di alamatkan untuk kita.
Resiko dalam menyampaikan kebenaran itu sedemikian besar. Serangan yang
datang dari luar dan dalam tidak bisa kita hindari. Kalau kita bisa
menghindari ombak besar maka percikan air yang membasahi baju tidak
mungkin ter-elakkan. Menghadapi setan diluar diri sangat mudah namun
menghadapi setan dalam diri sangat sulit dan terkadang yang lebih lebih
sulit lagi menghadapi Malaikat yang sudah dipengaruhi oleh setan.
Sahabatku…
Nasehat
Guru kita yang paling aku ingat adalah, “Jangan kau menjelekkan
saudaramu, belum tentu engkau lebih baik dari dia”. Nasehat itulah yang
terus berbekas dalam diri ini yang membuat aku berusaha sekuat tenaga
agar tidak menjelekkan siapapun apalagi saudara sendiri.
Menjelekkan
orang lain atau bergunjing sama dengan memberikan amal kita secara
Cuma-Cuma kepada dia dan mengambil dosa dia dengan mentah-mentah untuk
kita bersihkan lagi. Dosa sendiri sudah demikian menggunung untuk apa
mengambil beban lain diluar kemampuan kita.
Sahabatku…
Banyak
pelajaran yang aku ambil dari kejadian ini, paling tidak Tuhan telah
memperlihatkan kepadaku mana emas mana batu, mana sahabat asli dan mana
sahabat palsu.
Sahabatku…
Dalam
setiap dzikir dan munajat kepada Ilahi, dalam setiap kesendirian aku
selalu mengantarkan doa dengan linangan air mata khusus untukmu agar
engkau menjadi kuat, tabah dan berani untuk terus mengibarkan panji
Kebesaran Ilahi keseluruh pelosok Negeri.
Dipundakmu
masa depan Nilai-nilai kebenaran ini berada dan kami semua dengan
bangga berbaris rapi dibelakangmu memberikan dukungan penuh agar engkau
terus berjalan, berjalan dan berjalan sampai mencapai kemenangan Sejati.
Sahabat,
Satu hal yang sudah lama ingin aku sampaikan bahwa Guru kita sangat
bangga denganmu walaupun kebanggaan itu tidak secara langsung
diperlihatkan, mungkin agar engkau tidak terlena dan terus waspada dalam
perjalanan ini.
Sahabatku…
Akhir
surat ini, aku mohon agar sudi kiranya engkau mendoakan aku agar tetap
kuat dan tabah dalam perjalanan ini, bisa menyelesaikan setiap masalah
dengan baik dan bisa menjadi sahabat yang membuat dirimu menjadi bangga.
Aku ingin menjadi kulit yang membungkus dagingmu agar engkau selalu
nyaman terlindungi. Jika dalam perjalanan panjang ini engkau merasa
letih dan lemah, izinkan aku merawatmu sampai engkau bisa melanjutkan
perjalanan.
Semoga
Tuhan Yang Maha Adil akan selalu mengikat hati kita berdua dalam tali
persahabatan abadi dunia akhirat, Amin Ya Rabbal Alamin
Sahabat Setiamu
Agung Yulianto ( Mc.GtnX )